
Pegunungan Cycloop terlihat di luar Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua
Pegunungan Cycloop bukan sekadar kawasan perbukitan, melainkan jantung ekosistem Papua yang menopang kehidupan warga sepanjang 78 kilometer di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Karena luasnya, kawasan ini juga dikenal dengan berbagai nama, seperti Pegunungan Dobonsolo, Pegunungan Dafonsoro, dan Pegunungan Robhong Holo dengan puncak tertingginya mencapai 1.970 meter di atas permukaan laut.
Kawasan Pegunungan Cycloop tidak diragukan lagi memiliki arti penting, mengingat statusnya sebagai suaka alam bagi berbagai flora dan fauna endemik Pulau Papua.
Berbagai jenis anggrek dapat ditemukan di kawasan yang juga menjadi rumah bagi burung cendrawasih, kasuari, kuskus, landak, dan kanguru pohon ini.
Oleh karena itu, seluruh lapisan masyarakat, termasuk lembaga pemerintah, harus ikut bertanggung jawab melindungi dan melestarikan kawasan pegunungan yang subur dan kaya akan keanekaragaman hayati ini.
“Keberhasilan pelestarian Pegunungan Cycloop sangat bergantung pada komitmen dan kerja sama yang kuat dari semua pemangku kepentingan,” kata Aristoteles Ap, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua.
Memberdayakan masyarakat
Menyelaraskan langkah dan tujuan antara pejabat pemerintah dan anggota masyarakat yang lebih luas adalah suatu keharusan bagi bangsa Indonesia untuk membantu Pegunungan Cycloop bertahan dan berkembang.
“ Kami percaya bahwa langkah-langkah kolaboratif dan partisipatif adalah kunci untuk mengelola hutan Papua secara optimal,” kata Aristoteles.
Untuk itu, pemerintah daerah telah bergerak untuk memberdayakan sedikitnya 45 kelompok tani hutan yang beroperasi di sekitar pegunungan untuk menghasilkan produk hutan bukan kayu, seperti batang sagu, es krim, sisir bambu, minyak kelapa murni, dan berbagai kerajinan tangan.
Selain itu, pemerintah telah merancang dan mempromosikan rute trekking hutan di beberapa titik di Pegunungan Cycloop.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua telah mengambil inisiatif untuk membentuk kelompok-kelompok masyarakat setempat, memberdayakan mereka untuk mengambil bagian dalam konservasi Cycloop.
Taufik Mubarak, perwakilan dari BBKSDA, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendampingan dan pendampingan intensif kepada kelompok-kelompok tersebut dengan tujuan untuk membangun kesadaran mereka akan pentingnya menjaga gunung.
Pada tahun 2024, BKSDA telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,26 miliar untuk melaksanakan kegiatan pendampingan bagi 50 kelompok di Kota dan Kabupaten Jayapura dalam menjalankan atau memulai usaha ekonomi kreatif.
Di Kabupaten Jayapura misalnya, BKSDA telah membantu kelompok-kelompok tersebut untuk memanfaatkan sepenuhnya anggrek, cendrawasih, ikan, dan tanaman yang terdapat di sekitar kawasan konservasi Cycloop.
Pendekatan konservasi yang dilakukan oleh lembaga ini bertujuan untuk memastikan bahwa penduduk setempat memainkan peran mereka dalam melestarikan hutan sekaligus meraup keuntungan ekonomi dari kegiatan pelestarian mereka.
Melindungi Pegunungan Cycloop secara optimal dan efektif merupakan tugas yang kompleks. Perlu dicatat bahwa kedekatan pegunungan di dataran tinggi dengan wilayah pemukiman di bawahnya, sampai batas tertentu, membuat penduduk setempat berisiko mengalami dampak kerusakan lingkungan yang lebih tinggi.
Ancaman yang muncul termasuk kekurangan air bersih, banjir, dan tanah longsor.
Meskipun BBKSDA Papua dapat dikatakan layak mendapatkan pujian karena melibatkan penduduk setempat dalam upaya melindungi Pegunungan Cycloop, praktik-praktik yang merugikan masih lazim dilakukan oleh sebagian warga masyarakat.
Penelitian dari Fakultas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan Universitas Otto Geisler Papua menunjukkan bahwa sumber air di sekitar wilayah tersebut telah tercemar karena aktivitas manusia yang semakin membahayakan.
“Peraturan sudah ada, tetapi toleransi terhadap pelanggarannya masih menjadi masalah. Tindakan tegas terhadap mereka yang terbukti merusak lingkungan sangat penting,” kata Frank L. Apituley, seorang akademisi dari universitas tersebut.
Tuntutan Penangkalan
Pemerintah Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura telah mengeluarkan peraturan terkait pengelolaan dan perlindungan Pegunungan Cycloop.
“Kami masyarakat adat yang mendiami kawasan Cycloop, mendukung penuh segala upaya pelestarian kawasan ini. Namun, memang upaya pelestarian tersebut banyak menemui kendala. Untuk itu, diperlukan sanksi yang tegas,” kata Daniel Toto, Koordinator Majelis Adat Daerah Adat Tabi Provinsi Papua.
Ia menegaskan, jika tidak ada tindakan tegas terhadap perambah hutan di kawasan Cycloop, dikhawatirkan banjir bandang yang dahsyat kembali terjadi seperti yang terjadi di Sentani, Kabupaten Jayapura, tahun 2019 lalu.
“Salah satu dampak kerusakan lingkungan yang paling nyata di Cycloop adalah banjir bandang yang melanda Sentani tahun 2019 lalu. Bencana ini menelan ratusan korban jiwa dan merusak ribuan rumah,” jelasnya.
Dengan mengingat hal itu, tidak ada alasan bagi pihak berwenang untuk tidak memberikan hukuman yang berdampak atau menutup mata terhadap tindakan merusak yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab di Pegunungan Cycloop.
Melindungi wilayah pegunungan yang berharga ini dari potensi kerusakan merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya bagi pejabat pemerintah tetapi juga bagi masyarakat umum dalam arti yang lebih luas.
Mengingat peran vitalnya dalam menyediakan air bagi manusia dan melindungi mereka dari kemungkinan bencana alam, wilayah Pegunungan Cycloop memegang semua hak untuk menjaga fitur-fiturnya dan menjamin keberlanjutannya.
Melindungi kawasan hijau berarti melestarikan keberadaan flora dan fauna Papua yang beragam.